Siswa SMK Negeri 54 Jakarta mengungkapkan bahwa materi Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) belum diajarkan secara khusus dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah mereka.
Azka Fatah Rizki, Abu Abdillah, dan Sofyan menjelaskan bahwa pembelajaran yang mereka terima selama ini lebih banyak berfokus pada dasar-dasar fikih seperti wudu dan salat.
“Di kelas saya, guru agama Islamnya kadang enggak pernah masuk. Kadang cuma masuk sebulan sekali,” ujar Azka.
Ia menambahkan bahwa ketika guru hadir, pembelajaran biasanya berfokus pada praktik sehingga materi lain, termasuk ZISWAF, belum tersampaikan.
Sofyan menceritakan bahwa materi fikih di kelasnya merujuk pada kitab dasar seperti Safinah yang mengajarkan hal-hal mendasar. Namun, ia mengaku belum pernah menerima penjelasan langsung terkait ZISWAF.
Meski tidak diajarkan di kelas, para siswa memiliki pemahaman dasar tentang ZISWAF yang mereka dapatkan di luar sekolah. Abu Abdillah, misalnya, memaparkan pengertian zakat sebagai kewajiban atas kekayaan tertentu, seperti emas, beras, atau uang, bagi yang memenuhi syarat.
“Kalau wakaf itu seperti orang punya tanah luas, lalu dipakai buat bangun masjid atau pesantren,” ujar Abu Abdillah.
Di luar pelajaran formal, para siswa tetap bersentuhan dengan kegiatan keagamaan melalui ekstrakurikuler Rohis. Organisasi tersebut secara rutin mengadakan pengumpulan infak harian atau mingguan di sekolah.
“Setiap hari itu kadang kita mengadakan infak rutin ke setiap kelas, ke ruang guru,” tambahnya.
Para siswa berharap pembelajaran agama Islam di sekolah dapat diberikan lebih konsisten dan menyertakan materi ZISWAF agar pemahaman mereka lebih utuh dan relevan dengan kebutuhan sehari-hari.
