UMKM Pinggir Jalan Bertahan Tanpa Bantuan Pemerintah

Sejumlah UMKM pinggir jalan di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, masih bertahan tanpa bantuan pemerintah. Di tengah gencarnya program pemberdayaan UMKM, para pedagang kecil seperti Maya (50) tetap berjuang menjalankan usaha dengan modal terbatas dan tanpa dukungan pelatihan.

Maya telah dua tahun berjualan es teh di depan Gedung Senen Jaya. Setiap hari, ia melayani pembeli dari kalangan pekerja, sopir, dan pejalan kaki yang melintas di kawasan itu.

“Ya, begini saja, jual es teh. Sudah dua tahun lebih di sini. Mau diapakan lagi, tidak pernah saya hitung untung ruginya. Yang penting malam masih ada uang buat belanja lagi besok. Kalau dihitung-hitung malah pusing sendiri,” ujarnya pada Sabtu (25/10).

Ia mengaku tidak memiliki izin usaha dan tidak tercatat dalam data penerima bantuan UMKM. Selama berjualan, ia juga belum pernah menerima pelatihan, permodalan, atau fasilitas digitalisasi dari pemerintah.

“Saya dengar ada bantuan, tapi buat yang besar-besar, yang pakai tenda rapi, yang punya alat. Kalau seperti saya ini, siapa yang mau bantu?” katanya.

Bagi Maya, istilah UMKM terasa jauh dari kehidupannya. Ia tidak menghitung untung-rugi, tidak membuat rencana usaha, dan hanya berharap dagangannya tidak dilarang aparat setempat.

“Yang penting tidak dilarang jualan saja, karena kalau itu sampai dilarang, baru saya benar-benar susah,” ujarnya.

Menurut data Kementerian Keuangan, UMKM berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja di Indonesia.

Namun transformasi digital dan inovasi keuangan seperti Digipay Satu belum banyak menjangkau pelaku UMKM pinggir jalan. Sebagian besar pedagang tradisional belum memahami cara mengakses program tersebut.

Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, sejumlah program pemberdayaan UMKM belum berjalan optimal akibat kurangnya sinkronisasi antarinstansi. Akibatnya, pelaku usaha mikro seperti Maya masih belum merasakan dampak nyata dari kebijakan pemerintah.

Leave a comment